Senin, 04 April 2011

Dampak pendapatab nasional bagi Luar negeri

Dalam hal ini akan dijelaskan tentang pendapatan nasional bagi luar negeri. Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Dampak positinya adalah meningkatkan kerja sama dengan negara lain, tumbuhnya rasa persaudaraan dengan negara lain sehingga memiliki hubungan yang baik dengan negara lain, meningkatnya derajat negara dimata negara lain. Dampak negatifnya adalah masuknya kebudayaan asing secara bebas di negara kita sehingga kebudayaan negara sedniri mulai tergeser, kerja sama dengan negara lain membuat jarak temu untuk melakukan transaksi jarang sehingga dapat menimbulkan kecurigaan dan ketidak percayaan.
Untuk itu mari kita melakukan hubungan baik dengan negara lain dengan mengadakan kerja sama dalam bidang ekonomi,sosial, politik dan lainnya untuk meningkatkan pendapatan nasional.

Dampak pendapatab nasional bagi dalam negeri

Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun. Sebuah pendapatan itu baik bagi pemasukan untuk negara kita. Dengan masuknya pendapatan yang ada maka negara pun akan mengalami penaikan derajat dimata dunia.
Dampak positif dari pendapatan nasional untuk dalam negeri adalah mendorong perekonomian lebih baik, meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sedangkan dampak negatifnya adalah keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian menurun . Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Untuk itu mari kita tingkat kan pendapatan nasional bagi dalam negeri melalui berbagai bidang, misal dalm bisang politik, ekonomi, pertanian, sosial dan lainnya

Dampak Kenaikan harga bagi pemerintah

Dampak Kenaikan Harga bagi Pemerintah

Kenaikan harga, mendengar kata ini jelas hal pertama yang masyarakat akan ingat adalah pemerintah,naik atau turunnya harga ditetapkan oleh pemerintah, Karena sebab ini pula setiap kali timbul akan ketidak puasan kenaikan harga,masyarakan akan berbondong-bondong menggelar aksi semacam demostrasi didepan gedung DPR yang dianggap sebagai penyalur aspirasi rakyat terhadap pemerintah.

Dibalik semua itu,sesungguhnya pemerintah memiliki beberaa alasan untuk menaikkan harga. Ambil contoh kenaikan harga bbm, pada tanggal 1 april 2001 pemerintah menunda kenaikan harga bbm, dikarenakan takut akan reaksi masyarakat menentang hal tersebut. Namun sebagai akibat penundaan kenaikan harga BBM 1 April 2001 tersebut, jumlah subsidi BBM mengalami pembengkaan cukup besar dari sekitar Rp. 43 triliun menjadi Rp. 66,8 triliun seiring dengan melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar AS. Karena itu pada tanggal 15 juni 2001 pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bbm lebih cepat dari rencana semula yaitu pada oktober 2001, yang didasarkan pada adanya komitmen pemerintah untuk mengurangi segala bentuk subsidi pemerintah secara bertahap termasuk subsidi BBM dan TDL, sesuai dengan nota kesepakatan antara pemerintah RI dengan IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI). Kedua, dengan kenaikan harga BBM dan TDL tersebut diharapkan pemerintah dapat mengurangi defisit anggaran dalam APBN 2001 dimana saat ini diperkirakan defisit anggaran sebesar Rp. 53,8 triiliun (dengan asumsi kurs rupiah Rp. 9.600,-/US dollar). Ketiga, meminimalisir kemungkinan terjadinya penyelundupan BBM, mengingat adanya disparitas harga yang cukup besar antara harga BBM dalam dan luar negeri. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama disparitas harga BBM tersebut cukup besar, maka ada kecenderungan para pelaku bisnis untuk melakukan aksi profit taking (ambil untung). Dalam hal ini, untuk mencegah terjadinya penyelundupan BBM , nampaknya kebijakan kenaikan harga BBM saja tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan pengamanan yang memadai.

Upaya pemerintah untuk menghindari keterpurukan ekonomi lebih dalam lagi disatu sisi dapat dipahami, namun disisi lain justru akan berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Hal ini mengingat bahwa kebijakan menaikkan harga BBM dan TDL secara serempak pada 15 Juni 2001 bukanlah waktu yang tepat, mengingat beberapa alasan, antara lain: Pertama, kebijakan pemerintah tersebut bukan mustahil akan disambut oleh masyarakat secara luas dengan berbagai aksi demo, kedua, pemerintah baru saja menaikkan harga BBM untuk industri sekitar 50 s/d 100 persen yang ujung-ujungnya jelas menambah beban masyarakat konsumen secara keseluruhan. Ketiga , situasi politik pascamemorandum 2 yang nampaknya akan menggiring pada SI MPR, jelas tidak mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan TDL secara bersama-sama.Dan yang terakhir kalau keterpurukan ekonomi diatasi dengan menaikkan harga BBM dan TDL.

Dari kasus tersebut terlihat jelas dampak kebijakan menaikan harga yang diambil pemerintah tidak lepas dari pro dan kontra. Pro dan kontra yang muncul tersebut membuat pemerintah akan sangat berhati-hati dalam hal ini, karena terkadang ketidakpuasan masyarakat yang terus menerus akan membuat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, lebih jauh lagi tidak jarang masyarakat meminta agar presiden turun (dalam artian melepas jabatan). Jadi bukan bukan hanya masyarakat dan para produsen saja yang mendapatkan dampak positif maupun negative dari kenaikan harga,tapi juga pemerintah yang notabene memutuskan akan menaikkan harga tersebut.

Sabtu, 02 April 2011

Dampak kenaikan Harga bagi Produsen

Kenaikan harga adalah masalah rumit yang sering kali terjadi di dalam dunia ekonomi, dan tidak dapat disanksikan lagi kenaikan harga membawa pengaruh bagi setiap elemen masyarakat yang terlibat didalamnya,tak terkecuali bagi produsen.

Produsen adalah pihak yang melakukan kegiatan produksi atau pihak pihak penghasil komoditas ekonomi. Produsen sebagai pihak yang melakukan kegiatan produksi maksudnya adalah produsen biasanya sekumpulan pihak yang saling bekerja sama untuk menciptakan suatu bahan mentah ataupun bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi/dapat menghasilkan keuntungan bagi pihak tersebut,misalnya pengrajin rotan,atau produsen baju, dll. Disebut pula penghasil komoditas ekonomi jika produsen tersebut mengolah sesatu yang dimilikinya sehingga menghasilkan sesuatu benilai ekonomi, misalnya kebutuhan pangan yang dapat dijual mentah seperti cabai,buah-buahan segar dll.

Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau kerugian jika terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah kenaikan harga berhubungan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku adalah hal terpenting dalam proses produksi , tanpa bahan baku maka tak ada yang dapat diolah ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen harus berfikit ulang tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin tinggi harga bahan baku makan semakin melunjak pula biaya produksi. Dengan kondisi seperti ini produsen harus mencari inisiatif untuk menekan harga produksi. Banyak dari para produsen yang akhirnya memilih untuk menaikkan harga jual barang dagangannya, tetapi hal ini dapat berdampak menurunnya tingkat penjualan karena konsumen enggan membeli barang dengan harga tinggi, apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia yang warganya memiliki tingkat konsumtif tinggi namun kemapuan membeli yang rendah, dengan kata lain masyarakat akan cenderung mencari barang yang sama dengan harga serendah mungkin dan menomor dua kan kualitas.

Kenyataan semacam ini membuat beberapa produsen menyiasati kenaikan harga ini dengan cara memperkecil ukuran barang yang diproduksinya. Seperti produsen kue yang memperkecil ukuran kue yang dijualnya sehingga tak perlu menaikkan harga jual kue tersebut dan dapat mempertahankan konsumen nya. Sekalipun mendapat protes dari konsumen cara ini tetap menjadi pilihan jitu bagi para produsen untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku produksi.

Tetapi tidak semua produsen dapat menggunakan cara tesebut, ambil contoh seorang produsen pakaian, mustahil baginya untuk memperkecil ukuran baju atau hanya menjual pakaian yang berukuran kecil saja. Sama halnya dengan produsen mebel , tak mungkin juga baginya memproduksi mebel,misal memperkecil ukuran kursi yang diproduksinya. Produsen-produsen barang semacam ini kebanyakan memilih untuk menggunakan bahan baku dengan kualitas “nomor dua” dimana biasanya bahan baku seperti ini memiliki harga yang lebih rendah. Sehingga para konsumen yang tidak mungkin membeli dengan harga mahal mau tidak mau akan membeli barang produksinya sekalipun barang tersebut berkualitas rendah.

Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi langsung, seperti produsen cabai. Belakangan harga cabai yang tinggi menjadi buah bibir dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak mungkin memperkecil ukuran cabai ataupun menghasilkan cabai kualitas kedua, karena yang dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku pendukung produksi seperti pupuk dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca buruk. Tingginya tingkat bencana alam juga curah hujan yang tak menentu membuat barang-barang ekonomi yang dihasilakn dari sector pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan besar-besaran yang menyebabkan langka nya barang-barang tersebut. Beberapa produsen seolah dipaksa untuk menaikkan harga dari barang-barang tersebut, bagai makan buah simalakama, dengan menakkan harga konsumen akan pergi satu-persatu namun jika tidak menaikkan harga mereka akan rugi besar. Mereka juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa sayuran ataupun buah yang mereka jual dapat busuk jika tidak segera laku terjual.

Dampak kenaikan Harga bagi Konsumen

Konsumen adalah mereka yang memilki pendapatan (uang) dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar. Sedangkan perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, menimbang , mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka dikenal dengan perilaku konsumen.

Dalam perilaku konsumen disebutkan kata menimbang dan mengevaluasi. Seseorang konsumen yang rasional pada waktu akan memutuskan pembelian suatu barang tidak didasari oleh emosi belaka namun terutama didasari pada suatu pertimbangan bahwa apa yang akan dibelinya memang memberikan tingkat kepuasan terbesar jika dibandingkan dengan barang lainnya. Tentunya ada criteria-kriteria terentu yang ‘dipatok’ oleh konsumen tersebut untuk mendapatkan kepuasan terbesar dalam pembelian tadi. Kriteria yang paling erat tentunya seputar kualitas barang dan harga barang.

Seperti yang telah diketahui bersama kualitas barang bisanya mempunyai nilai tersendiri, Seorang bergaya hidup mewah bisanya tidak akan memperhitungkan harga untuk mendapat kepuasan, asalkan barang yang dianggapnya bagus dan bernilai ia kan membelinya sekalipun harga tinggi, contohnya artis-artis ibu kota yang dapat mengeluarkan ratusan juta rupiah hanya demi sebuah gaun,tas,sepatu dll.

Namun Indonesia termasuk Negara yang para rakyat yang notabene adalah konsumen utama adalah orang-orang yang sangat kritis akan harga barang konsumsi,teruatama barang kebutuhan pokok, hal ini dapat tercermin dari banyaknya demo-demo yang tercetus jika ada rencana pemerintah untuk menaikkan harga. Ada kalanya hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat kondisi rakyat Indonesia diamna masih banyak meayrakan ekonomi menengah kebawah.

Adanya kenaikan harga terkadang memaksa konsumen tingkat menengah kebawah lebih memilih mengkonsumsi barang dengan harga rendah sekalipun barang konsumsi tersebut ‘kualitas dua’ , tak sedikit pula yang terpancing oleh akal bulus produsen yang memproduksi barang serupa dengan elemen yang lain,hanya terlihat sama diluar saja yang bisa disebut ‘barang bajakan’. Barang imitasi atau barang bajakan diketahui lebih laku dibandingkan barang asli. Dapar diambil contoh sepatu merek ‘adidas’ ,banyak sekali konsumen tergiur untuk membeli sepatu adidas imitasi dengan harga jauh lebih rendah dari sepatu adidas asli asalkan ada cap atau merek tertera disana sebagai nilai lebih baginya saat menggunakan sepatu tersebut,toh terkadang barang imitasi sulit untuk dibedakan dengan yang asli.

Kebiasaan konsumen membeli barang imitasi mungkin belum akan terasa dampaknya secara langsung jika masih diaplikasikan kepada barang-barang yang bisa dibilang ‘barang pakai’ atau pelangkap atau aksesories, seperti sepatu,pakaian dan sejenisnya. Namun masalah ini menjadi besar ketika konsumsi tersebut mulai merambah pangan. Tak bisa dipungkiri lakunya barang tiruan menggugah para produsen untuk menekan harga produksi dengan membuat barang tiruan, gilanya yang ditirukan adalah barang yang dikonsumsi langsung oleh manusia seperti makanan.

Misalnya telur asin,karena harga telur bebek lebih mahal dari telur ayam, biasanya para produsen mengakali dengan menyepuh atau mewarnak teluar ayam sehingga menjadi serupa dengan telur bebek, ia dapat menjual telur tersebut dengan harga sedikit lebih murah sehingga menarik perhatian konsumen. Entah karena tidak tau atau tidak mau tau terkadang konsumen tetap membeli dan memakannnya,lalu membeli lagi hari-hari berikutnya. Ada beberapa orang yang bakan telah tau bahwa telur asin tersebut palsu, tapi tidak mau tau dan tetap mengkonsumsi sekalipun ia mengerti bahwa itu akan berbahaya untuk kesehatannya. Hal yang sam juga terjadi dengan pengonsusian produk-produk olahan seperti nugget dan sejenisnya.

Jika benar-benar sudah tidak mampu membeli barang karena kenaikan harga,jalan terakhir yang bisa ditempuh adalah mengonsumsi apapun yang dapat dikonsumsi, di desa-desa dan perkampungan banyak keluarga yang mengonsumsi nasi aking atau bisa disebut nasi basi, nasi ini hanya dikeringakan lalu dimasak kembali, nasi seperti ini jelas tidak baik utuk gizi si konsumen tersebut,namun apa daya ketika ia tidak mampu membeli beras.

Ini pula yang akhirnya menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebelum menaikkan harga barang terutama harga bahan pokok.

Jumat, 01 April 2011

tugas1 smt4

1. Definisi Ekonomi
Menurut DR. SOELISTIJO, MBA :
Ilmu Ekonomi, yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana orang dan masyarakat menentukan pilihan mengenai penggunaan sumber daya yang langka dan mempunyai kemungkinan penggunaan alternatif untuk menghasilkan berbagai barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk konsumsi berbagai-bagai orang dan kelompok orang yang terdapat dalam masyarakat, baik kini maupun masa datang dan dengan menggunakan uang ataupun tidak.

Masalah Pokok Ekonomi

Pokok masalah ekonomi ada tiga, yaitu: produksi, konsumsi dan distribusi.
- Produksi, menyangkut masalah usaha atau kegiatan mencipta atau menambah kegunaan suatu benda.
- Konsumsi, menyangkut kegiatan menghabiskan atau mengurangi kegunaan suatu benda.
- Distribusi, menyangkut kegiatan menyalurkan
barang dari produsen kepada konsumen.

2. Sistem perekonomian
adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur factor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
System perekonomian Indonesian bisa dikatakan tidak mengacu kepada dua kekuatan besar yang saling berlomba saat ini, yakni system ekonomi kapitalis yang berlandaskan liberalisme dan sistem ekonomi sosialis yang berlandaskan komunis.
Kedua sistem ekonomi tersebut bisa dikatakan tidak mewakili sistem hidup masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia merancang sendiri sistem perekonomiannya yang sesuai denga budaya bangsa Indonesia sendiri.
Para founding father bangsa Indonesia merancang sebuah system kehidupan bangsa yang bisa mempersatukan suku bangsa yang beragam ini. Pancasila menjadi salah satu jawaban untuk permasalahan tersebut.
Pancasila dirancang agar bisa menampung semua aspirasi komponen bangsa ini. Oleh karena itu, pancasila dijadikan sebagai salah satu dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila juga dijadikan inspirasi untuk merancang sistem perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian Indonesia haruslah sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selain itu, dalam menjalankan roda perekonomian, Indonesia harus berlaku adil dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, segala bentuk penindasan atas dasar Kegiatan ekonomi tidak dibenarkan.
Kegiatan perekonomian yang dijalankan juga semata-mata untuk membentuk persatuan bangsa yang semakin kuat. Kegiatan perekonomian yang merusak persatuan bangsa justru sangat dihindari dan sama sekali tidak bermanfaat dalam jangka panjang.
3. Pengertian dan hukum permintaan dan penawaran
A. Pengertian/Arti Definisi Permintaan dan Penawaran
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu.
Contoh permintaan adalah di pasar kebayoran lama yang bertindak sebagai permintaan adalah pembeli sedangkan penjual sebagai penawaran. Ketika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual maka keduanya akan sepakat terjadi transaksi pada harga tertentu yang mungkin hasil dari tawar-menawar yang alot.
Hukum Permintaan
Hukum permintaan berbunyi: apabila harga naik maka jumlah barang yang diminta akan mengalami penurunan, dan apabila harga turun maka jumlah barang yang diminta akan mengalami kenaikan. Dalam hukum permintaan jumlah barang yang diminta akan berbanding terbalik dengan tingkat harga barang. Kenaikan harga barang akan menyebabkan berkurangnya jumlah barang yang diminta, hal ini dikarenakan:
• naiknya harga menyebabkan turunnya daya beli konsumen dan akan berakibat berkurangnya jumlah permintaan
• naiknya harga barang akan menyebabkan konsumen mencari barang pengganti yang harganya lebih murah.

Hukum Penawaran
Hukum penawaran berbunyi: bila tingkat harga mengalami kenaikan maka jumlah barang yang ditawarkan akan naik, dan bila tingkat harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan turun. Dalam hukum penawaran jumlah barang yang ditawarkan akan berbanding lurus dengan tingkat harga, di hukum penawaran hanya menunjukkan hubungan searah antara jumlah barang yang ditawarkan dengan tingkat harga.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan (Demand)
1. Perilaku konsumen / selera konsumen
Saat ini handphone blackberry sedang trend dan banyak yang beli, tetapi beberapa tahun mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno.
2. Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap
Jika roti tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka meises, selai dan margarin akan turun permintaannya.
3. Pendapatan/penghasilan konsumen
Orang yang punya gaji dan tunjangan besar dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya agar jarang beli.
4. Perkiraan harga di masa depan
Barang yang harganya diperkirakan akan naik, maka orang akan menimbun atau membeli ketika harganya masih rendah misalnya seperti bbm/bensin.
5. Banyaknya/intensitas kebutuhan konsumen
Ketika flu burung dan flu babi sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris. Pada bulan puasa (ramadhan) permintaan belewah, timun suri, cincau, sirup, es batu, kurma, dan lain sebagainya akan sangat tinggi dibandingkan bulan lainnya.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penawaran (Suply)
1. Biaya produksi dan teknologi yang digunakan
Jika biaya pembuatan/produksi suatu produk sangat tinggi maka produsen akan membuat produk lebih sedikit dengan harga jual yang mahal karena takut tidak mampu bersaing dengan produk sejenis dan produk tidak laku terjual. Dengan adanya teknologi canggih bisa menyebabkan pemangkasan biaya produksi sehingga memicu penurunan harga.
2. Tujuan Perusahaan
Perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) akan menjual produknya dengan marjin keuntungan yang besar sehingga harga jual jadi tinggi. Jika perusahaan ingin produknya laris dan menguasai pasar maka perusahaan menetapkan harga yang rendah dengan tingkat keuntungan yang rendah sehingga harga jual akan rendah untuk menarik minat konsumen.
3. Pajak
Pajak yang naik akan menyebabkan harga jual jadi lebih tinggi sehingga perusahan menawarkan lebih sedikit produk akibat permintaan konsumen yang turun.
4. Ketersediaan dan harga barang pengganti/pelengkap
Jika ada produk pesaing sejenis di pasar dengan harga yang murah maka konsumen akan ada yang beralih ke produk yang lebih murah sehingga terjadi penurunan permintaan, akhirnya penawaran pun dikurangi.
5. Prediksi / perkiraan harga di masa depan
Ketika harga jual akan naik di masa mendatang perusahaan akan mempersiapkan diri dengan memperbanyak output produksi dengan harapan bisa menawarkan/menjual lebih banyak ketika harga naik akibat berbagai faktor.