Kamis, 17 Mei 2012

Membuat Laporan Buku


Membuat Laporan Buku
A.     Pendahuluan
Novel yang penulis pilih berjudul Wo AI Ni ALLAH karya Vanny Chrisma W. Novel ini dipilih karena menceritakan tentang bagaimana rasanya hidup dalam kehampaan jiwa, spiritual, sekaligus sosial. Melalui pergulatan panjang, pencarian melelahkan, hingga perdebatan sengit tentang eksistensi dan orientasi hidup setiap manusia di bumi ini. Pada novel ini menorehkan kisah yang sangat mengharukan, mendebarkan, dan menggugah kesadaran spiritual kita sebagai makhluk yang lemah, dhaif, dan karenanya sangat membutuhkan kehadiran Tuhan dalam setiap langkah hidupnya. Ada banyak dialog dan adegan menggetirkan yang mungkin terlintas dalam benak kita masing-masing, sekalipun hal tersebut sangat identik dengan perilaku keseharian religius kita. Sebuah novel inspiratif yang akan memberikan warna tersendiri bagi perjuangan peneguhan iman di hati setiap manusia, bahkan dikala kita telah merasa sebagai muslim-muslimah yang kaffah (sempurna).
B.      Isi Buku / Ringkasan
Seorang pria cina bernama Tan Tio berusia sekitar 45 tahun, bersama gadis kecilnya yang bernama Amei Chan adalah cerminan kerinduan spiritual yang tak terperikan dikalangan atheis yang tak tahu mau kemanakah jalan hidupnya.
Pada suatu ketika Tan Tio pergi ke sebuah mesjid bersama dengan anaknya yang setia selalu ikut kemana ayahnya pergi. Di mesjid itu, Tan Tio bertemu dan bertanya pada ustadz Ibnu, “Apakah anda pernah melihat Tuhan? Apakah anda pernah menyentuh Tuhan atau mendengar suara-Nya? Kalau anda tidak pernah melihat, mendengar suara-Nya dan meraba Dzat-Nya, lalu dari mana anda bisa membuktikan keberadaan-Nya?”
“Dia tidak bisa dicapai oleh penglihatan, Dia tidak sama dengan apapun. Dia maha mendengar lagi maha melihat”. Ucap ustadz Ibnu. Namun mendengar tuan Tan Tio yang terus menerus bertanya yang menurutnya tidak masuk akal, membuatnya menjadi kesal dan menganggap Tan Tio adalah lelaki gila. Sampai si ahli agama itu berpendapat bahwa lelaki itu sedang dalam proses pencarian jati diri yang baru, setelah dia tak sekalipun peduli dengan pertanyaan – pertanyaan spiritualnya. Tan Tio tersinggung dengan ucapan Ustad Ibnu yang mengatakan dia gila, dia pergi dari mesjid itu bersama dengan Amei Chan.
Tan Tio menangis karena masih belum mantap mempercayai Tuhan. Lalu Tuan Tan Tio mendatangi wihara untuk menanyakan hal yang sama kepada biksu. Biksu itu menjawab “Tuhan itu adalah sebuah sistem atau hukum yang mengatur alam semesta, kita yang menentukan nasib dan karma masing – masing, kau akan menjadi pribadi yang utuh dengan sifat dan semangat Avalokitesvara Bodhisativa. Kau akan memiliki sifat welas asih dan saling membantu tanpa membenci satu sama lain. Mendengar pernyataan tersebut, Tuan Tan Tio malah meracau dan marah besar pada biksu tersebut, karena dulu Tan Tio adalah seorang penjudi, perampok, komplotan bandar narkoba, dan ketua preman di kampung. Dia tidak ingin mendapat karma dalam hidupnya seperti yang Sang Buddha katakan.
Mengetahui suaminya melakukan pencarian tersebut, istrinya marah besar dan berpendapat bahwa suaminya kini mengidap skizofrenia. Istrinya Tan Tio pun adalah seorang atheis juga. Mereka sudah menjadi atheis sejak berpuluh – puluh tahun yang lalu. Bahkan saat di Cina pun mereka tak pernah menyembah apapun. Istrinya tidak mau kegilaan dalam melakukan pencarian tersebut menular pada anaknya. Tapi dengan tegas Tan Tio mengatakan bahwa dia tidak gila dan hanya Amei yang percaya pada hal itu.  
Keesokan harinya, saat istrinya sedang pergi kerja, Tan Tio bersama anaknya mendatangi rumah seorang penganut agama nasrani bernama Fransiscus Sihombing. Fransiscus sudah menduga bahwa langganannya akan datang tiap malam dan menyakan hal yang sama dan menyadari bahwa lelaki tersebut sudah tidak waras akalnya, namun dia tetap melayaninya dengan senang hati. “Apa yang akan kau lakukan jika menjadi umat Islam?apakah kau percaya bahwa Tuhan itu hanya berbentuk Dzat dan tidak pernah diketahui keberadaan-Nya? Lalu, kenapa Ka’Bah itu pusat dimana rumah Tuhan itu berada?”, Fransiscus kaget dengan pertanyaan yang berbeda dari hari sebelumnya. Mereka sangat membenci berhala dan menganggap tuhan ada dimana-mana, Tuhan mereka berbeda, aku sangat ingin mendalaminya. Tapi ahli agama di mesjid itu membuat aku seperti orang bodoh saja.
Fransiscus tertegun mendengar pertanyaan Tan Tio, kemudian menjawab “Saya tak pernah menjadi umat Muhammad, karena umat Islam menganggap kita kafir seolah-olah kita penjahat, padahal umat Nasrani sangat peduli dengan yang namanya cinta kasih. Jika saya menjadi umat islam, saya akan menghormati agama lain dan tidak memaksakan kehendak dengan mengancam dan teror”. Kemudian Tan Tio bertanya lagi kepada Fransiscus “Fran, Tuhan ada dimana?” Fransiscus terkulai lemah mendengar pertanyaan Tan Tio dan menganggap Tan Tio benar-benar orang gila. “Sembahlah Tuhan Yesus, Tuan Tan, dia penuh dengan cinta kasih” Ujar Fransiscus. Tan Tio terdiam sejenak, badannya mulai berkeringat dan segera permisi untuk pulang.
Di tengah perjalanan, Tan Tio bersama Amei berdiri di depan Mesjid Al-Akbar yang sering disinggahinya. Beberapa orang keluar dari mesjid itu dan saling bergerombol untuk melihat dari aksi lelaki yang menurut mereka sudah tidak waras lagi. Mereka aling senang mendengar perbincangan antar Ustadz Rohim dengan lelaki tua itu. Ustadz Rohim datang dan menghampiri Tan Tio, dia tersenyum ramah dan mempersilakan lelaki itu masuk ke dalam masjid. Ustadz Rohim segera minta maaf atas perlakuan temannya tempo hari jika jawabannya tidak membuat Tuan Tan Tio mantap dan mengerti akan keberadaan Tuhan.
            Ustadz Rohim menjelaskan bahwa Tan Tio terlalu berpikir tentang logika, segala sesuatu jika dipikir dengan logika, yang tentunya otak itu Tuhan yang menciptakan sendiri, maka kita sebagai makhluk ciptaan-Nya tak mungkin dapat menjangkau semua. Tan Tio meninggalkan masjid tanpa berpamitan , dan langsung menarik tangan gadis kecilnya. Hingga pada suatu malam menuju perjalanan pulang, Tan Tio dibunuh ole A Liong, dia adalah ayah kandung Amei. Tragedi pembunuhan itu disaksikan oleh anaknya sendiri Amei, sehingga membuat dia depresi berat.sebelum meninggal ayahnya berpesan untuk melanjutkan mencari Tuhan.
 Dengan keadaan Amei yang seperti itu dan keinginannya untuk terus menemukan Tuhan, Nyonya Tan menjadi marah besar. Dia sengaja meninggalkan Amei di pinggir jalan dan ditinggalkannya gadis kecil itu sendirian, hingga ada seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian melihatnya dengan iba dan diajaknya dia pulang, dan dirawatnya Amei hingga menjadi gadis pintar dan dewasa dan menjadi seorang gadis muslim.
C.      Komentar Penulis
Wo Ai Ni ALLAH merupakan novel yang bagus, kuat, berkarakter inspiratif, dan bisa untuk dibaca oleh kalangan siapapun. Sebuah novel yang penuh tantangan, tentangan, dan keteladanan dalam meyakini keberadaan dan kebenaran Allah SWT.
D.     Kesimpulan
Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, harus meyakini adanya Tuhan, karena dengan begitu kita adalah makhluk Tuhan yang beriman. Kisah dalam novel ini menceritakan bahwa keberadaan Allah tidak bisa diukur dengan logika. Kita harus mempercayainya dengan segala apa yang Allah ciptakan di muka bumi ini